MAKALAH
POLITIK DAN DEMOKRASI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
KEWARGANEGARAAN/PKN
Dosen Pengampuh :
Dr. H. A. Sunarto AS, M.EI
Disusun Oleh :
Raga Bagus Satriya ( B01213019 )
Safinatun Nisa’ ( B01213021 )
Khalimatul Fitria ( B31213029 )
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
2013/2014
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEMOKRASI
2.1.1
Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi juga merupakan bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan
keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara
berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan,
pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang
memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Kata Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang
terbentuk dari δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (kratos)
"kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk
menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari ἀριστοκρατία (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara teoretis,
kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak
jelas lagi. Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan
demokratis kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita
dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi sepanjang sejarah
kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai
semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar
bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata
demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal
dari bahasa
Perancis Pertengahan dan Latin
Pertengahan lama.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling
lepas (independen)
dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan
independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan
bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen)
dan yang memilihnya melalui proses pemilihan
umum legislatif,
selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil
penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan
umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela
mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak
untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya
kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung,
tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa
hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih
kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan
yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus
digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta
sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata
tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan
absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi
manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain,
misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri
anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap
lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus
ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara
dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga negara tersebut.
2.1.2
Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli
Abraham Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Charles Costello
Demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk
melindungi hak-hak perorangan warga negara.
John L. Esposito
Demokrasi pada dasarnya kekuasaan adalah dari dan untuk rakyat.
Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif
maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu
saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Hans Kelsen
Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang
melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana
rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan
di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.
Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
Rifhi Siddiq
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kedaulatannya
dipegang oleh rakyat bertujuan mensejahterakan rakyat dan hak dan kewajiban
rakyatnya diakui secara hukum ketatanegaraan.
C.F. Strong
Demokrasi adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas
anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem
perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya
pada mayoritas tersebut.
Hannry B. Mayo
Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di
mana terjadi kebebasan politik.
Merriem
Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat;
khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada
rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui
sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu
bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat
sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan
atau kesewenang-wenangan.
Samuel Huntington
Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat
dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan
berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh
suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara.
2.1.3 Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung
dan demokrasi perwakilan
a.
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap
rakyat memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam
sistem ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu
kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik
yang terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya
demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus
diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem
ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan
mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain
itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat
modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan
politik negara.
b.
Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan
melalui pemilihan umum untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
2.1.4 Prinsip-prinsip demokrasi
Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi
telah terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan "soko guru demokrasi".
Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
·
Rakyat
dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial.
·
Pemerintahan
berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
·
Pemilihan
yang bebas, adil dan jujur;
·
Persamaan
di depan hukum;
·
Proses
hukum yang wajar;
2.1.5 Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah
pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama
dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar
tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
·
Pengakuan
partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat
untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
·
Pengakuan
hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi
hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis Dalam perkembangannya, demokrasi
menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
·
Adanya
keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
·
Adanya
pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga
negara).
·
Adanya
persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
·
Adanya
lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hukum
·
Adanya
pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol
perilaku dan kebijakan pemerintah.
·
Adanya
pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
·
Adanya
pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin
negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
·
Adanya
pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan
sebagainya).
2.2
POLITIK
Pengertian “politik” berasal dari kosa kata “politics”, yang
memiliki makna bermacam- macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau”
negara”, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan
diikuti pelaksanaan tujuan-tuuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah
dipilih.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals). Bukan tujuan pribadi seseorang (prifat goals). Selain itu
politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda,
yaitu antara lain:
a.
politik
adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama
(teori klasik Aristoteles)
b.
politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
c.
politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di masyarakat
d.
politik
adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan
publik.
Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik maka secara
operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan
negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (distribution), serta alokasi (allocation).
(Budiardjo.1981:8.9)
Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan.
Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata
"politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.
2.2.1 Teori politik
Teori
politik merupakan kajian mengenai konsep
penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala
konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat
politik, konsep tentang sistem
politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.
Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara
negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.
2.2.2 Lembaga politik
Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku
yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara
lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat
saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah
suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu
untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi
bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang
terpola dalam bidang politik.
Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki
jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai
pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi.
Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh
perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi
pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.
Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi
menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu
bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang
banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus
diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara
feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau
profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi
lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan
kesejahteraan.
Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan
perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong
terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena
diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa
dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara
untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu
lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.
2.2.3 Hubungan Internasional
Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar
negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua
interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan
internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain
tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional,
berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan
perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik
internasional.
Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya
mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy
International laporan indeks
persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.
Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena
hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin
PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa
membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas
politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika
Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu
tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas
inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi
multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.
Untuk
mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di
berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat
pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada
di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam
mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam
polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk
beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik
Indonesia.
Hubungan
internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan
segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap
orang bisa menjadi aktor dan memengaruhi jalannya politik baik di tingkat
global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan
dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).
2.2.4
Komponen-komponen Politik
Masyarakat
adalah
sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.
Kekuasaan
Dalam
teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan
sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari
perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan
senjata; ketiga, dari karisma.
Negara
Negara
merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk
yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan
keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan
syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933.
2.2.5 Tokoh dan pemikir ilmu politik
Mancanegara : Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik,
modern maupun kontempoter antara lain adalah:
Aristoteles, Adam
Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.
2.2.6 Perilaku politik
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku
yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh
negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik
adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:
·
Melakukan
pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
·
Mengikuti
dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau
parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya
masyarakat
·
Ikut
serta dalam pesta politik
·
Ikut
mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
·
Berhak
untuk menjadi pimpinan politik
·
Berkewajiban
untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan
perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan
perundangan hukum yang berlaku
2.3
HUBUNGAN DEMOKRASI DENGAN POLITIK
Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat.
Budaya politik memiliki pengaruh penting dalam perkembangan demokrasi.
Demokratisasi tidak berjalan baik apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya
budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Dewas ini muncul berbagai upaya untuk melakukan evaluasi terhadap
demokratisasi selama orde reformasi. Studi yang dilakukan lembaga Demos,
misalnya mengevaluasi sebagai berikut:
1.
Berbagai
kebebasan mendasar telah tersedia tetapi terdapat devisit besar dalam kaitannya
dengan instrumen-instrumen demokrasi.
2.
Pemilu
yang adil dan jujur sudah dijalankan, tetapi tanpa representasi untuk mewakili
pandangan dan kepentingan vital masyarakt.
3.
Kaum
elite dominan tidak menghindari, tetapi memonopoli instrumen-instrumen yang
seharusnya dipakai untuk memajukan demokrasi akibatnya, muncul demokrasi
oligarkhis
4.
Kelompok-kelompok
prodeokrasi tetap menjadi agen utama perubahan, namun mereka terpinggirkan
secara politik dan mengambang secara sosial.
5.
Lokalisasi
politik lewat desentralisasi tidak membawa perubahan berarti, bahkan muncul
kecendrungan untuk memisahkan diri (sentrifugal).
6.
Kelompok-kelompok
demokrasi masih tercerai-berai dan terfragmentasi
Selama ere reformasi berlangsung perubahan mendasar di bidang
politik. Namun, banyak kalangan menilai demokrasi di orde reformasi telah
“kebablasan” dengan tampilnya kebijakan liberalisasi politik, jaminan kepada
warga negara untuk membentuk partai politik, kebebasan menyuarakan pendapat,
penyelenggaraan pemilu bebas, jujur, dan adil, serta reposisi beberapa lembaga
kenegaraan, misalnya, fungsi DPR. Sekali lagi yang dipermasalahkan disitu bukan
desain kelembagaan, tetapi sejauh mana mengembangkan spirit Pancasila
dan Dasar negara.
Kebijakan di bidang politik, misalnya. Pada masa reformasi terbit
undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-undang Nomor
10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Kedua aturan perundangan tersebut mencerminkan
bagaimana tokoh-tokoh generasi sekarang memahami semangat Pancasila dan Dasar
Negara untuk di Proyeksikan dalam tatanan politik masa depan yang lebih
demokratis. Konsiderans UU No 2/2008, misalnya, menyatakan:
a.
Bahwa
kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat
merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dijamin oleh Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
Bahwa
untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat
merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang kuat
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur, serta demokratis dan berdasrkan hukum;
c.
Bahwa
kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi,
keterbukaan, keadilan, tanggung jawab, dan perlakuan yang tidak diskriminatif
dalm Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu diberi landasan Hukum;
d.
Bahwa
partai politik merupakan sarana partisipasi poltik masyarakat dalam
mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang
bertanggung jawab.
Dalam merespons tuntutan perubahan, kemungkinan munculnya dua sikap
yang secara diametral bertentangan, yaitu "mendukung" (positif) dan
kemungkinan pula "menentang" (negatif), sulit dielakkan. Sebagai
sebuah proses perubahan dalam menciptakan kehidupan politik yang demokratis,
realisasi demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang bertentangan itu,
yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan yang menghambat
(negatif) proses demokratisasi.
Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi,
pandangan, dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang
demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya
politik demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma,
persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi (Almond dan
Verba). Budaya politik yang demokratis merupakan budaya politik yang
partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond dan Verba sebagai civic culture.
Karena itu, hubungan antara budaya politik dan demokrasi (demokratisasi) dalam
konteks civic culture tidak dapat dipisahkan.
Adanya fenomena demokrasi atau tidak dalam budaya politik yang
berkembang di suatu masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari interaksi
individu dengan sistem politiknya, tetapi juga interaksi individu dalam konteks
kelompok atau golongan dengan kelompok dan golongan sosial lainnya. Dengan kata
lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya dalam hubungan antara
masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam hubungan antarkelompok dan
golongan dalam masyarakat itu.
Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak
hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah
"sub-budaya etnik dan daerah" yang majemuk pula. Keanekaragaman
tersebut akan membawa pengaruh terhadap budaya politik bangsa. Dalam interaksi
di antara sub-sub budaya politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya
antarbudaya politik daerah dan etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat
nasional dan daerah. Apabila pada tingkat nasional yang tampak lebih menonjol
adalah pandangan dan sikap di antara sub-subbudaya politik yang berinteraksi,
pada tingkat daerah yang masih berkembang adalah "'sub-budaya
politik" yang lebih kuat dalam arti primordial.
Dari uraian di atas bisa dibedakan kiranya antara budaya politik
(political culture) dan perilaku politik (political behaviour). Yang tersebut
terakhir kadang-kadang bisa dipengaruhi oleh budaya politik. Namun, budaya
politik tidak selalu tergantung pada perilaku politik. Apakah sistem budaya
yang ada cenderung bersifat komunal/kolektif atau individual? Masalahnya adalah
apakah nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-nilai budaya politik lokal
dan sebaliknya.
Agenda demokratisasi seharusnya dipandang berdimensi horizontal
(pengaturan hubungan antarinstitusi politik utama) dan vertikal yang membuka
ruang bagi akses warga untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan.
Keduanya bisa saling memperkuat dan berjalan simultan. Untuk itu, diperlukan
upaya memupuk vitalitas demokrasi seperti pengembangan nilai dan keterampilan
demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas
terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks and balances dan
rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga kekuasaan. Dengan melakukan hal
tersebut, jalan bagi demokrasi menjadi lebih terbuka.
Partai politik adalah sebuah institusi yang hakiki di dalam sebuah
sistem demokrasi. Partai politik sesungguhnya adalah tulang punggung dari
demokrasi. Partai politik ada karena kebutuhan hubungan yang intensif antara
masyarakat sipil dengan pemerintah.
Partai politik dapat menjadi penghubung antara pemilih, proses
pemilihan umum, dan pemerintah yang dihasilkan dari proses tersebut. Jika
secara formal partai politik menyediakan wadah tersebut, yang menjadi
permasalahan kemudian adalah, seberapa jauh partai politik tersebut mampu untuk
mengakomodasi kepentingan rakyat.
Meskipun secara formal fungsi-fungsi parpol tersebut terpenuhi
melalui rutinitas politik seperti pemilihan umum, kelemahan yang mendasar dari
partai politik di Indonesia adalah rendahnya kapasitas dan kapabilitas partai
untuk mengakomodasi kepentingan rakyat. Padahal, keterikatan sebuah parpol
dengan rakyat sesungguhnya merupakan substansi yang melengkapi prosedur formal
dalam sebuah sistem demokrasi.
Sumber dari kelemahan tersebut memang beragam, namun yang
belakangan ini menonjol dan cukup memprihatinkan adalah tentang manajemen
partai politik. Manajemen partai politik sebagai satu dari empat dimensi utama
dalam proses institusionalisasi sistem kepartaian di sebuah negara.
Institusionalisasi dianggap penting karena meningkatkan kepastian dan
kestabilan politik negara pada jangka panjang. Tanpa manajemen partai politik
yang baik, institusionalisasi akan terjerembab di dalam personalisasi politik
yang hanya akan mengedepankan kepentingan sesaat elit politik yang
bersangkutan.
Kegagalan manajemen parpol dapat dipersalahkan pada hampir tidak
adanya prosedur demokratis di dalam partai politik. Segala keputusan penting
dan strategis diserahkan sepenuhnya di tangan pimpinan partai. Implikasinya,
ketika hal-hal penting dan strategis ini bersinggungan dengan hak-hak
demokratis dari pengurus di daerah, atau anggota partai, seringkali pimpinan
bertindak otoriter dan mengabaikan aspirasi dari anggota demi ‘kepentingan
partai’.
Keputusan pimpinan partai bersifat final dan mutlak dan tidak dapat
ditantang secara demokratis. Sebagai tambahan, pemberlakuan hukuman tidak lain
diperuntukkan sebagai tindakan penangkal, sebuah pencegahan terhadap tindakan
serupa yang mungkin dilakukan oleh anggota atau pengurus daerah partai di
tempat lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
makalah ini dapat kita simpulkan bahwa, Demokrasi diartikan sebagai
pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah
demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi,
hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara.
Penerapan
demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi
masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai
rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di
mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila
sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Budaya
politik yang berkembang pada saat ini atau masa reformasi. Budaya
politik yang berkembang pada era reformasi ini adalah budaya politik yang lebih
berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit politik. Budaya
seperti itu telah membuat struktur politik demokrasi tidak dapat berjalan dengan
baik. Walaupun struktur dan fungsi-fungsi sistem politik Indonesia mengalami
perubahan dari era yang satu ke era selanjutnya, namun tidak pada budaya
politiknya. Reformasi pada tahun 1998 telah memberikan sumbangan bagi
berkembangnya budaya poltik partisipan, namun kuatnya budaya politik
patrimonial dan otoriterianisme politik yang masih berkembang di kalangan elit
politik dan penyelenggara pemerintahan masih senantiasa mengiringi. Walaupun
rakyat mulai peduli dengan input-input politik, akan tetapi tidak
diimbangi dengan para elit politik karena mereka masih memiliki mentalitas
budaya politik sebelumnya. Sehingga budaya politik yang berkembang cenderung
merupakan budaya politik subjek-partisipan.
Undang-undang
dasar telah menjamin bagi bekerjanya struktur politik demokratis, tetapi budaya
politik yang lebih berorientasi pada kekuasaan yang berkembang di kalangan elit
politik telah membuat stuktru politik demokrasi tersebut tidak berjalan dengan
baik. Struktur politik dan fungsi-fungsi politik mengalami perubahan, tetapi
tidak pada budaya politiknya. Akibatnya terjadi semacam paradoks.
Dari pengalaman masa lalu bangsa
kita, kelihatan bahwa demokrasi dan belum membudaya. Kita memang telah menganut
demokrsai dan bahkan telah di praktekan baik dalam keluarga, masyarakat, maupun
dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. Akan tetapi, kita belum membudayakannya.
Membudaya berarti telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi dan Politik telah menjadi
budaya” berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi dan politik telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging di antara warga negara. Dengan kata lain,
demokrasi dan politik telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan
dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh nilai-nilai demokrasi dan
politik.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
3.2
Saran
Demokrasi dan Politik adalah sebuah proses yang terus menerus
merupakan gagasan dinamis yang terkait erat dengan perubahan. Oleh karena itu,
kita sebagai warga negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan demokrasi
kita sudah sepatutnya untuk terus menjaga, memperbaiki, dan melengkapi
kualitas-kualitas demokrasi yang sudah ada. Demi terbentuknya suatu sistem
demokrasi yang utuh di dalam wadah pemerintahan bangsa Indonesia. Selain itu,
Demokrasi dan Politik merupakan dua Hal yang saling berhubungan dengan erat.
Kita sebagai generasi muda hendaknya dapat meneruskan, dan alangkah lebih baik
lagi jika dapat merubahnya ke arah yang lebih baik demi kesejahteraan umat
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan,
M.s. Prof. DR. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarata: Paradigma.
Ali, As’ad Said. 2009. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan
Berbangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=240398
http://rezkarezka.wordpress.com/2012/06/19/23/